Sabtu, 22 September 2012

“Bisakah Kita Menjadi Imam dan Guru Untuk Siapa saja?”

oleh Andio Hp Saade pada 8 September 2012 pukul 22:55 ·

PENDIDIKAN BERAGAMA

Pertanyaan ini sontak belum bisa ditebak baik pembaca maupun penulis karena, setiap orang punya keterbatasan serta kemampuan yang berbeda-beda.

BILARIASE – Bulan Agustus 2012 adalah musim kedua bagai seluruh petani di Kabupaten Sidrap umumnya dan khususnya di Desa Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase, petani memetik hasil panen padinya, yang sekarang tidak lagi memakai jasa orang atau paddaros tapi lebih memilih teknologi canggih mobil pemotong padi lengkap dengan pembuangan padi, tempat keluar padi ke karung gabah dan operatornya harus standby dan minimal 30menit satu hektar sawah.

Produk pemotong ini tidak membutuhkan seorang guru yang jago, atau kepala proyek, yang mapan atau kredibel atau akuntable atau semacamnyalah menjadi mentor karena alat ini orang biasa pun mampu menjalankannya hanya dengan masukan stater, kopleng dan 2 persenelan kiri dan kanan atau maju mundur seperti di mobil.

Jadi untuk menjadi seorang guru yang serba moderen dan terampil tidak selalu harus ada komputer, laptop, handphone smartphone atau jam tangan yang serba canggih bisa menelpon, SMS dan menonton TV yang dimiliki oleh Sony dan Apple.


Mungkin anda pernah mendengar kata ini, “saya tidak mau arogan, artian sayalah, cobanya saya, lebih baik saya, mungkin sayalah yang bisa, kalau bukan saya siapa lagi!”. Ah... kata saya ini disini menjadi seolah dialah raja, penguasa, pemilik segala sesuatunya alias serba ada karena saya. Dalam hukum Islam maknanya arogan, melebihkan, diri sendiri alias sombong.

Hubungan alat pemotong padi dengan kata saya disini adalah jangan kita mau mengerjakan pekerjaan atau membantu kepada seseorang tanpa keikhlasan, ketulusan hati, jujurlah apa adanya bukan karena ada apa-apanya. Jadi alat pemotong padi itu tanpa guru dan tanpa kata saya alias siapapun bisa.

Bulan Agustus ini adalah bulan yang cerah dan iklim yang cukup panas. Mungkin saat ini hampir sama persis di pelataran padang pasir yang, dan seakan-akan jika kita bertahan mulai jam 12 siang sampai jam 2 sore seolah terpanggang oleh teriknya matahari. Tapi itu semua hanya sebentar saja, bisa dingin kembali, bahkan tidak terasa tetapi yang paling panas dan bisa mengeluarkan keringat diingin di depan AC sekalipun adalah menjadi seorang imam di masjid dari puluhan jamaah.



Adapun pengalaman penulis disini, berkat pengalaman di rumah yang biasanya memimpin shalat bersama keluarga dengan bacaan surah / ayat yang tidak banyak, tapi niat untuk menjadikan shalat kami itu harus tenang, tidak tergesah-gesah. Selama 4 kali tiga pekan lamanya penulis mencoba memberanikan diri karena jamaah yang tidak mau tampil, maka penulishlah yang maju kedepan dan meminta jamaah magrib agar tertib. Penulis begitu takut nanti batal seperti tiba-tiba kentut, keluar air kencing, atau tiba-tiba ingat anak di sekolah yang suka ketawa, atau apalah macamnya.

Itu semua hilang dan berjalan dengan lancar, berkat doa-doa yang penulis ajarkan di sekolah untuk anak didik dan dirumah. Adapun doanya, yaa hayyu yaa qayyum yaa latif, 100x sehabis shalat fardu dan baca zikir, subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar. Alhamdulillah, perasaan takut, gelisah sirna dan seakan setiap menjalankan shalat secara berjamaah lebih konsisten atau kusyu.

Masih banyak kekurangan yang kita harus pahami dan maklum dari penulis dan itu semua akan terlupakan dan kita menyatukan pegangan “innamal mukminuuna ikhwa, artinya sesunggunya orang mukmin itu bersaudara, siapa saja apakah guru, paddaros, tukang ojek, pembantu dll, dsb adalah saudara. Amiin. (@andi_bila)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Winamp

MAPS


FOTO-FOTO SMPN 1 WATANPULU

BERITA FOTO

BUKU DIGITAL

Belajar membaca buku digital

Download Opera Mini - The world's most popular mobile Web browser.